MAKALAH
PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA
“Pembangunan
Desa Terpadu”
OLEH :
NAMA :
NPM :
PRODI : ILMU PEMERINTAHAN
DOSEN PENGASUH :
UNIVERSITAS MUSI RAWAS
FAKULTAS ILMU SOSIAL dan POLITIK
TAHUN
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pembangunan
Masyarakat Desa Terpadu.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pembangunan masyarakat desaini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pembangunan masyarakat desaini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Lubuklinggau,
19 MEI 2016
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Cover Logo. …………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………
BABA II PEMBAHASAN……………………………………………………………… 9
PENUTUP………………………………………………………………………………. 21
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………. 22
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
\
Pada umumnya masyarakat menginginkan
kehidupan yang ideal. Kondisi tersebut dapat menggambarkan segala kebutuhan
masyarakat terpenuhi. Suatu kondisi yang tidak dikhawatirkan untuk memikirkan
hari esok. Kondisi yang memberikan situasi kondusif guna aktualisasi diri dan
untuk terwujudnya proses relasi sosial yang berkeadilan. Realitas yang dianggap
sebagai masalah sosial selalu mendorong atau memberi inspirasi bagi munculnya
usaha perubahan ataupun perbaikan.
Secara historis desa merupakan cikal
bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Sejarah perkembangan
desa-desa di Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, bahkan
lebih tua dari Republik Indonesia sendiri. Sebelum masa kolonial, di berbagai
daerah telah dikenal kelompok masyarakat yang bermukim di suatu wilayah atau
daerah tertentu dengan ikatan kekerabatan atau keturunan. Pola pemukiman
berdasarkan keturunan atau ikatan emosional kekerabatan berkembang terus baik
dalam ukuran maupun jumlah yang membentuk gugus atau kesatuan pemukiman. Pada
masa itu, desa merupakan kesatuan masyarakat kecil seperti sebuah rumah tangga
besar, yang dipimpin oleh anggota keluarga yang paling dituakan atau dihormati
berdasarkan garis keturunan. Pola hubungan dan tingkat komunikasi pada masa itu
masih sangat rendah, terutama di daerah perdesaan terpencil dan pedalaman.
Namun di pulau Jawa proses itu terjadi cukup cepat dan lebih baik dibanding
dengan apa yang terjadi di pulau lainnya, sehingga perkembangan masyarakat yang
disebut desa lebih cepat mengalami perubahan.
Kuntjaraningrat (1977) mendefinisikan
desa sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu daerah, sedangkan Bergel
(1995) mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani. Landis
menguraikan pengertian desa dalam tiga aspek; (1) analisis statistik, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2500 orang,
(2) analisis sosial psikologis, desa merupakan suatu lingkungan yang
penduduknya memiliki hubungan akrab dan bersifat informal diantara sesama
warganya, dan (3) analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan
dengan penduduknya tergantung kepada pertanian. Di Indonesia penggunaan istilah
tersebut digunakan dengan cara yang berbeda untuk masing-masing daerah, seperti
dusun bagi masyarakat Sumatera Selatan, dati bagi Maluku, kuta untuk Batak,
nagari untuk Sumatera Barat, atau wanua di Minahasa. Bagi masyarakat lain
istilah desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan erat dengan mata
pencahararian, norma dan adat istiadat yang berlaku.
Dalam PP Nomor 76/ 2001 tentang
Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa dinyatakan bahwa desa sebagai suatu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul
yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18
Undang-undang Dasar 1945. Dalam Bab 1, Ketentuan Umum, Pasal 1, dinyatakan
bahwa “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten”.
Masalah kemiskinan nampaknya sudah
gejala umum di seluruh dunia terutama di Indonesia. Sampai dengan tahun 2011,
tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan menjadi 12,49 persen dari
13,33 persen pada tahun 2010. Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan
di samping diperoleh melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
dan melalui 3 (tiga) klaster program penanggulangan kemiskinan. Hasil yang
diperoleh pada tahun 2011 dari Klaster I yang ditujukan untuk mengurangi beban
pemenuhan kebutuhan dasar dan untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah
tangga miskin melalui peningkatan akses pada pelayanan dasar adalah: (1)
realisasi penyaluran subsidi Raskin sebesar 2,9 juta ton bagi 17,5 juta rumah
tangga sasaran penerima raskin, dan adanya penyaluran Raskin ke-13 untuk
mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin akibat kenaikan harga-harga
pangan, termasuk beras; (2) pemberian pelayanan Jamkesmas bagi 76,4 juta orang;
serta (3) penyediaan beasiswa yang direncanakan untuk 4,7 juta siswa.
Sejalan dengan pelaksanaan program
Klaster I, hasil yang dicapai dalam pelaksanan program Klaster II untuk tujuan
Pemberdayaan Masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut. Pada tahun 2011
pelayanan PNPM Mandiri Inti sudah dilaksanakan di 6.328 Kecamatan di seluruh
Indonesia, dan akan terus dilanjutkan sehingga pada tahun 2012 PNPM Mandiri
Inti akan mencakup di 6.623 Kecamatan, dengan penempatan 30.000 fasilitator
sebagai pendamping masyarakat dan didukung dengan penyaluran bantuan langsung
masyarakat sebesar Rp 10,31 triliun yang berasal dari APBN dan APBD.
Pelaksanaan PNPM Mandiri, juga didukung oleh pelaksanaan PNPM pendukung yaitu
diantaranya: (i) PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
generasi penerus; (ii) PNPM Kelautan dan Perikanan (PNPM-KP) yang ditujukan
untuk memberikan fasilitas bantuan sosial dan akses usaha modal; (iii) PNPM
Agribisnis, yaitu Program Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP); serta (iv) PNPM
Pariwisata yang baru masuk dalam PNPM Penguatan dengan tujuan mengembangkan
kapasitas masyarakat dan memperluas kesempatan berusaha dalam kegiatan
kepariwisataan. Pelaksanaan PNPM telah meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui peningkatan pendapatan rumah tangga hingga 19 persen dan konsumsi rumah
tangga hingga 5 persen dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapat PNPM.
Selain itu, akses terhadap kesehatan juga lebih besar 5 persen dan peningkatan
kesempatan kerja yang lebih besar 1,25 persen di lokasi PNPM dibandingkan
lokasi non PNPM.
Data terbaru dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menemukan 28,55 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori
miskin. Penduduk miskin dikategorikan sebagai kalangan masyarakat dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Indikator garis
kemiskinan terbentuk dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
Mengutip laporan terbaru BPS, Kamis (2/1/2014), jumlah penduduk miskin
pada September 2013 bertambah 0,48 juta orang dibandingkan posisi Maret
sebanyak 28,07 juta. Jumlah dan presentase penduduk miskin sepanjang
2004-September 2013 bergerak fluktuatif. Pada periode 2004 ke 2005, jumlah
penduduk miskin tercatat menurun. Namun setahun kemudian, penduduk miskin
justru bertambbah akibar kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Pada
periode ini, inflasi umum mencetak level tinggi hingga 17,95%. Selanjutnya pada
2007-Maret 2013, jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali menurun.
Terakhir, periode Maret-September 2013, angka penduduk miskin kembaku mengalami
kenaikan. BPS juga melaporkan, Garis Kemiskinan sepanjang periode
Maret-September 2013 mengalami kenaiakn sebesar 7,85%. Jika pada Maret Garis
Kemiskinan berada di level Rp 271.626 per kapita per bulan, maka enam bulan
kemudian naik menjadi Rp 292.951 per kapita per bulan.
Melalui permasalah tersebut kita akan
bahas tentang bagaimana proses pembangunan desa terpadu sebagai pendekatan yang
baik untuk pembangunan nasional melalui peningkatan ekonomi desa. Tentu saja
dengan dukungan dari sektor lainnya, seperti pendidikan, politik, sosial, dan
psikologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
telah penulis buat, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas. Adapun
rumusan masalah tersebut adal sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pembangunan desa terpadu?
2.
Bagaimanakah
implementasi dan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan desa terpadu?
3. Jelaskan beberapa
contoh kasus pelaksanaan pembangunan desa terpadu?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan yang telah
ditentukan, maka penulis juga dapat merumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan makalah tersebut, adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian dari
pembangunan desa terpadu
2. Mengetahui implementasi dan persoalan yang
dihadapi dalam pembangunan desa terpadu
3. Mengetahui beberapa contoh kasus
pelaksanaan pembangunan desa terpadu
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan makalah yang ditulis,
penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, diantaranya
adalah sebagai berikut:
A. Untuk Penulis Makalah
Mendapatkan pengetahuan serta wawasan
beru tentang pembuatan makalah yang baik dan benar serta dapat mengetahui
bagaimana hasil makalah buatan penulis, selain itu juga dapat menambah wasasan
penulis tentang pembangunan desa terpadu.
B. Untuk Pembaca
Dapat memberikan tambahan bahan
referensi dalam proses perkuliahan.
C. Untuk Mahasiswa Pada Umumnya
Menumbuhkan sifat kritis bagi
mahasiswa terhadap sesuatu yang baru serta menambahkan motivasi mereka untuk
terus berkarya dan berprestasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Pembangunan desa terpadu adalah
strategi pembangunan yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi
pembangunan desa. Dalam pembangunan desa dilakukan usaha yang intensif dengan
tujuan dan kecenderungan memberikan fokus kepada kelompok maupun daerah
tertentu, melalui penyampaian pelayanan, bantuan dan informasi kepada
masyarakat desa (Poostchi,1986). Dengan demikian, strategi ini lebih banyak
menaruh pada proses penyampaian daripada mengembangkan kapasitas dan respon
masyarakat. Karena masyarakat desa mempunyai beberapa aspek, pembangunan desa
yang bersifat menyeluruhl semestinya juga meliputi keseluruhan aspek tersebut.
Untuk menghidari tumpang tindih
penanganan akan seluruh aspek yang ada, perlu adanya suatu pendekatan yang
mampu mengkoordinasikan dan mensinergikan program-program yang bersifat
sektoral tersebut. Strategi yang dimaksud adalah integrated rural development
(pembangunan desa terpadu) dalam pandangan ini pembangunan desa terpadu adalah
suatu strategi untuk mencapai tujuan melalui sinkronisasi yang lebih baik dari
berbagai kegiatan, mata rantai, usaha, serta koordinasi yang efektif dari
berbagai instansi terkait (FOA,1977 :3). Pada sumber yang sama disebutkan bahwa
pembangunan desa terpadu bukan hanya menjangkau sektor ekonomi masyarakat,
naumun juga menjangkau sektor yang lain seperti pertanian. Maka dari itu
pembangunan desa terpadu disebut juga sebagai multidisiplin.
Dapat dipahami pembangunan desa terpadu
adalah strategi yang mengadopsi system approach dalam pelaksanaan pembangunan
mayarakat. Strategi ini memandang bahwa sektor ekonomilah yang berperan dalam
pembangunan. Sedangkan sektor politik, pendidikan ,lingkungan, sosial,
kultural, psikologis, teknik yang saling terintegrasi, berinterpendensi dan
saling mendukung.
Dengan melihat karakteristiknya
seperti itu, maka untuk mengembangkan konsep pembangunan terpadu tidak cukup
menggunakan satu kontribusi dari satu disiplin ilmu pengetahuan, tetapi berbagai
disilpin ilmu pengetahuan yang relefan dan terkait dengan aspek-aspek yang
terdapat dalam proses pembangunan desa tersebut. Sebagai suatu kebulatan yang
didalamnya mengandung berbagai aspek, proses yang menggunakan pendekatan ini
akan mengandung unsur-unsur yang sangat esensial berupa : multifungsi,
intersektorall, dan interaksi.
Berdasarkan berbagai hal yang sudah
diuraikan tadi, barangkali cukup bermanfaat untuk emerhatikan tiga persoalan
yang dikemukakan oleh Honadle dan VanSant(1985:5) disekitar pelaksanaan
strategi pembangunan desa terpadu ini. pertama, pernyataan formal tentang
tujuan program, filosofi,dari pendekatan pembangungan terpadu serta dimensi
teknis dari pendekatan terintegrasi itu sendiri jarang memperoleh penjelasan
yang cukup memadai. Kedua, proses dalam mengimlementasikan pendekatan
pembangunan desa terpadu sering mengandung kontradiksi yang mendasar, misalnya
tradeoff antara harapan perolehan hasil fisik dengan segera dengan pengembanga
kapasita smasyarakatnya. Ketiga, kegagalan program seringkali bukan disebabkan
oleh kurangnya kemauan politok (political will), tetapi disebabkan adanya
konflik serta dampak dari konflik dalam organisasi dan menejemen pelaksanaanya
Pembangunan desa terpadu dapat
dilihat sebagai suatu metode, proses, dan sasaran dari proses itu sendiri.
Sebagai suatu metode, karena pendekatan ini merupakan suatu salah satu cara
untuk melakukan pembangunan desa dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat
dan mengait seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Sebagai suatu proses, karena
pendekatan ini mencoba mentransformasikan kehidupan desa yang berorientasi
tradisional menuju ke kehidupan yang berorientasi pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Sebagai
sasaran, karena proses yanga menggunakan pendekatan ini menuju pada suatu
peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, peluang yang semakin terbuka untuk
mengembangkan diri dan pengembangan institusi sosial ekonomi dan pelayanan yang
setara dengan masyarakat kota.
Implementasi dan
Persoalannya
Memerhatikan sifat dari strategi ini
Sesuai namanya, maka perlu ditegaskan kembali bahwa kata kunci dalam
implementasinya adalah koordinasi. Koordinasi dan integrasi tidak hanya
diperlukan di Antara berbagai pihak yang
menyampaikan program kepada masyarakat desa, tetapi juga pihak yang
menyampaikan program.
Pihak yang Menyampaikan Program
Rekomendasi Honadle dan VanSant agar
sebelum implementasi, dipersiapkan hal – hal sebagai berikut. Pertama, dibuat
suatu statemen formal yang jelas dan rinci tentang tujuan program, filosofi dan
dimensi teknis dari pendekatan yang terpadu. Kedua, proses implementasi IRD
sering terkendala oleh berbagai kontradiksi yang mendasar seperti trade off antara pencapaian hasil segera
dengan pengembangan kapasitas masyarakat. Ketiga, kegagalan program mungkin
bukan karena kurangnya kemauan politik, melainkan adanya konflik atau dampak
konflik organisasi dan manajemen program.
Bagi instansi yang akan melaksanakan
program, terutama apabila merupakan instansi pemerintah, persoalan terdepan
adalah perubahan pola berpikir dan pola kerja dari pendekatan sektoral yang
mungkin selama ini telah banya digunakan menjadi pendekatan integral sesuai
dengan sifat strategi IRD.
Sudah barang tentu persiapan dan
implementasi strategi ini hanya menyangkut sikap dan kinerja aparat pelaksana,
tetapi juga menyangkut pengorganisasian dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam bentuk dan pola pengorganisasian tersebut
(Honadle dan VantSant, 1995:8). Pertama, pertimbangan tentang fragmentasi dari
instansi terkait akan menentukan bentuk dan pola koordinasi yang dibutuhkan.
Kedua, pilihan antara otoritas yang terpusat atau pembagian ototritas. Ketiga,
pilihan antara organisasi permanen atau organisasi sementara.
Dari hasil studi pengalaman
pelaksanaan pembangunan desa terpadu di beberapa Negara sedang berkembang dapat
diinventarisasi beberpa model pengorganisasiannya. Masing-masing model memiliki
tingkat penyesuaian dengan kondisi yang berbeda dan masing – masing juga
memiliki kekurangan dan kelebihan. Ronddinelli (1978:116) menyatakan, bahwa
pada umumnya Negara-negara sedang berkembang memilih satu di antara tiga
pilihan dalam menentukan organisasi penyelenggara. Pertama, memberi tugas
kepada badan-badan pemerintah yang sudah ada. Kedua, membentuk badan koordinasi
atau suatu kemite yang bertugas mengintegrasikan input dari beberapa departemen
yang berbeda, dari lembaga nondepartemen dan lembaga swadaya masyarakat.
Ketiga, membentuk satuan implementasi proyek yang otonom dan berada di luar
struktur berokrasi pemerintah yang regular.
Sehubungan dengan berbagai pola
organisasi pengelola penyelenggara pembangunan desa terpadu tersebut, Honadle
dan VantSant (1985:12-21) memberikan lebih banyak variasi dan berabagai
alternative, yaitu sebagai berikut.
Badan Pelaksana Pembangunan Desa Terpadu Tingkat Nasional
Model badan pelaksana tingkat
nasional, yang pada umumnya berupa suatu Badan Koordinasi Nasional. Dalam
praktik pelaksanaannya di lapangan, sering dijumpai berbagai satuan manajemen
proyek sebagai alternative model pertama yang sudah terbentuk dan menjalankan
program pembangunan desa terpadu kemudian berkoordinasi dan terjadi amalgamasi
dalam suatu otoritas pada tingkat nasional. Secara sepintas hal tersebut
seolah-olah sama dengan model keempat ini. Memang benar, diantara keduanaya
model dan pendekatannya sama-sama bersifat top-down,
tetapi dilihat dari prosesnya merupakan kebalikannya terhadap yang lain.
Keberadaan badan koordinasi nasional
sebagai otoritas penyelenggara pembangunan desa terpadu ini banya dijumpai di
Amerika Latin. Rural Sector Grant (RSG)
di Botswana dapat dijadikan contoh model badan tingkat nasional yang terbetuk
lebih dulu, yang kemudian mendorong munculnya proyek dan aktivitas local.
Lembaga Swadaya Masyarakat
Alternative ini merupakan suatu model
yang menggunakan dana masyarakat dan swasta guna membiayai program pembangunan
desa pada komunitas terpilih. Dalam beberapa hal model ini juga dapat dikatakan
sebagai penerapan strategi community
development dalam versi yang terintegrasi.
Tujuan program melalui model ini
adalah peningkatan kesejahteraan social ekonomi pada tingkat komunitas yang
meliputi peningkatan pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
melalui proses yang lebih mandiri oleh masyarakat.
Beberapa keunggulan dari penerapan
model ini adalah : (1) menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat local sehingga lebih memungkinkan partispasi masyrakat, (2)
mengandung usaha untuk mengembangkan komitmen local yang lebih luas dalam pola
organsiasi baru yang lebih mempunyai prospek bagi partisipan, (3) bertujuan
mendorong kapasitas local untuk mandiri, (4) mengandung kebijakan yang
mengkombinasikan otoritas local dengan mengikutsertkan lapisan miskin dalam
proses pengambilan keputusan, (5) perencanaan yang bersifat fleksibel yang
memungkinkan berbagai modifikasi selama proses berjalan dalam rangka selalu
respons kebutuhan local. Sebaliknya, kelemahan dari model ini adalah pada
terhambatnya upaya menuju kesinambungan dari proses menuju kemandirian.
Komponen yang Perlu Dintegrasikan Dalam Program
Memerhatikan apa yang sudah diuraikan
tadi, dalam implementasinya ternyata banyak persoalan yang berlu diantisipasi.
Pada pihak penyelenggara program, persoalan muncul di samping dari penentuan
strategi dan teknik yang tepat dalam usaha meningkatkan produksi pertanian.
Persoalan lebih komplek ketika isu
pemerataan social dan pemberantasan kemisiknan ditambahkan sebagai bagian dari
tujuan program. Apabila pembangunan desa terpadu memasukan penanggulangan
kemiskinan dan pemerataan pendapatan dalam misi dan tujuannya, maka dalam
implementasi program dituntut untuk memberikan prioritas kepada petani kecil
dipedesaan.
Agar lebih efektif sebagai sarana
peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, berbagai program pendukung
peningkatan produktivitas pertanian tersebut perlu dikombinasikan dengan
program-program yang mencerminkan kebutuhan riil kelompok sasaran seperti
peningkatan kualitas sumber daya manusia, pendidikan, kesahatan dsb.
Persoalan tidak hanya dalam hal
bagaimana mendesain program yang terintegrasi tersebut, akan tetapi juga dalam
menentukan strategi implementasi.
Walaupun demikian, dalam rangka
mengembangkan strategi pembangunan desa yang semakin maju, maka berbagai
persoalan tersebut perlu diantisipasi dengan tepat, tidak jarang melalui proses
bekerja sambil belajar. Rondinelli (1978:80) mencoba mengantisipasinya melalui
dua langkah penting. Pertama, melakukan inventarisasi dan studi tentang
bahan-bahan yang diperoleh dari berbagai literature pembangunan desa. Kedua,
melakukan review dab evaluasi
terhadap berbagai pengalaman dalam pelaksanaan pembangunan desa di
Negara-negara sedang berkembang.
Berdasarkan dua langkah tersebut
kemudian Rondinelli merekomendasikan adanya empat komponen yang perlu
dikoordinasikan dan diintegrasikan dala program pembangunan desa terpadu.
Masyarakat Penerima Program
Keberhasilan program pembangunan desa
terpadu selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara program
juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program.
Bagi program pembangunan desa terpadu
yang tidak semata-mata berorientassi pada delivery
and charity approach melainkan juga berorientasi pemberdayaan, keberhasilan
tidak hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya aktivitas local dan dirasakannya manfaat
program selama program berlangsung. Dalam pendekatan pemberdayaan, yang
dibutuhkan adalah tumbuhnya kapasitas local untuk menghasilkan perbaikan yang
bersifat mandiri. Sukses program tidak diukur dari sudut organisasi
penyelenggara tetapi pada kesinambungan manfaat program bagi masyarakat baik
pada saat maupun terutama setelah program berakhir.
Program yang berhasil menumbuhkan
perbaikan dalam jangka panjang adalah program yang mampu mendorong perbaikan
berkelanjutan secara mandiri baik dalam hal perbaikan kesejahteraan masyarakat
maupun dalam peningkatan kapasitas masyarakat untuk membangun.
Berdasarkan berbagai pelaksanaan di
lapangan, institusi yang dimaksud dapat berupa kelompok fungsional yang memfokuskan
kegiatannya pada bidang tertentu. Terlepas dari proses terbentuknya dan ruang
lingkup kegiatnannya, agar institusi dimaksud dapat berfungsi efektif, maka
syarat utamnya adalah di satu pihak cukup mengakar dalam masyarakat, dan pihak
lain cukup responsive terhadap perubahan dan pembaharuan yang sedang berjalan.
Menurut Honadle dan VanSant (1985:53) sukses institusi tersebut dapat dilihat
dari peranannya dalam hal: (1) memfasilitasi arus dua arah dari informasi dan
pelayanan eksternal dengan aspirasi dan kepentingan local, (2) mereduksi resiko
sampai minimal, (3) mengadaptasi aktivitas program sesuai kondisi local, (4)
mendorong kebebasan politik dan ekonomi masyrakat local khusushnya dalam proses
pengambilan keputusan dan akses terhadap peluang, (5) koordinasi dan penyebaran
manfaat dari program.
Rondinelli (1990:222-225)
mengemukakan sejumlah ciri penting bagi pranata social yang mempunyai kemampuan
adaptif. Pertama, merupakan pola aktivitas yang cukup fleksibel dan dapat
diterapkan dalam berbagai jenis problema dan kondisi yang ada. Kedua, bersifat
terpadu dan saling mengisi. Ketiga, dibangun berdasarkan pemahaman terhadap
institusi tradisional yang sudah hidup dan berkembang dalam masyrakat. Keempat,
dapat berfungsi sebagai katalisator bagi perubahan kea rah pola aktivitas yang
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kelima, mampu memfasilitas pelayanan social
sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Keena, mampu menghubungkan dengan
kelompok sasaran dan membukan peluang bagi kepemimpinan yang partisipatif.
Berbagai Kasus Pelaksanannya
Dalam
pelaksanaannya di lapangan, strategi pembangunan desa terpadu ini dapat
termanifestasikan dalam berbagai variasi mulai dari upaya mengintegrasikan
aspek-aspek terkit dalam lingkup yang lebih sempit, sampai dengan implementasinya
yang berusaha melakukan integrasi antar aspek yang lebih luas. Strategi ini
banyak pula digunakan untuk menangani masalah yang lebih khusus (Honadle &
VanSant, 1985 :4), misalnya: (1) penenganan daerah perbatasan dengan Negara
lain, (2) penekanan pada peningkatan produksi bahan makan yang memiliki
kedudukan penting dalam kerangka kebijakan nasional, (3) penanganan situasi di
suatu daerah yang secara historis sering berseberangan secara politik dengan
pemerintah pusat, (4) proyek yang dimaksudkan untuk mendorong perubahan
otoritas local termasuk pola tradisional dalam proses pengambilan keputusan,
(5) menempatkannya sebagai bagian dari proses desentralisasi dalam system
pemerintahan nasional, (6) sebagai bagian dari usaha mendorong koordinasi di
antara instansi departemental dan nondepartemental.
Program Distrik Pertanian Intensif
Model ini dilaksanakan di India dan
banyak dikenal sebagai Intensive
Agricultural District / IADP (Zandtra, 1979:147 dan Comb & Ahmed,
1980:25). Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah India untuk
mengatasi stagnasi produksi pangan sekaligus dimaksudkan sebagai strategi baru
dalam pembangunan pertanian pada saat itu, fokusnya diarahkan untuk peningkatan produktivitas pertanian
secara tepat dalam suatu wilayah tertentu, sambil mencari pola yang tepat dalam
mengembangkan ide-ide baru melalui pembangunan pertanian.
Program ini diimplementasikan agar
dapat memenuhi sejumlah tujuan, diantaranya (1) melakukan demontrasi pada suatu
daerah percontohan tertentu, (2) meningkatkan pendapatan petani beserta
keluarganya, (3) mengembangkan sumber daya ekonomi dan potensi desa, (4)
melengkapi kerangka dasar agraris yang cukup memadai. Dalam tahap awal telah
dipilih tujuan distrik untuk pelaksanaan program ini, dan dalam waktu yang tidak
terlalu lama jumlahnya telah bertambah.
Kasus Program Pengentasan Kemiskinan Di
Indonesia
Dalam kesempatan ini dipilih di
antara banyak program pengentasan kemiskinan yang ada dan pernah dilaksanakan
di Indonesia, yaitu proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan
Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K).
P2KP merupakan contoh penerapan
pembangunan dea terpadu dalam upaya pengetasan kemiskinan yang menggunakan
model organisasi berupan Badan Pelaksana Pembangunan Desa Terpadu Tingkat
Nasional yang kemudian mempunyai jaringan sampai ke tingkat bawah, sedangkan
P4K merupakan contoh pembangunan desa terpadu yang ditangani oleh Badan
Departemental, dala hal ini Departemen Pertanian sebagai penyelenggra yang dalam
pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan lembaga atau instansi terkait.
Secara normative kedua program
tersebut sangat meperhatikan proses perencanaan dari masyarakat (Mekanisme bottom up) dibanding bersifat top down, selain itu kedua program juga
memberikan perhatian bagi tumbuhnya institusi local yang diharapkan dapat
memfasilitasi mekanisme perencanaan dan pengelolaan oleh masyrakat.
1) Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
a.
Kelompok sasaran
Penerima bantuan P2KP adalah
perorangan dan keluarga miskin yang berada di satuan wilayah administrasi
pemerintah ditingkat kota, baik yag berstatus keluarahan maupun desa perkotaan
yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan di Indonesia. Pengertian perkotaan
dalam program ini tidak harus identic dengan
wilayah yang secara administrative berada dalam suatu kota di bawah
pemerintah kota, melainkan perkotaan dalam pengertian wilayah perkembangan
social ekonomi.
b.
Organisasi Pelaksana Proyek
Berdasarkan desain programnya, visi
P2KP adalah masyarakat yang mampu membangun sinergi dengan berbagai pihak yang
menangulangi kemiskinan secara madiri, efektif dan berkelanjutan, dengan misi
yaitu memberdayakan masyarakat kota dalam upaya penanggulanga kemiskinan
melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan membudayakan
kemitraan strategis antara masyarakat dan pelaku-pelaku pembangunan local
lainnya.
Dalam misi di atas terdapat tiga
peran program (pemerintah). Pertama, pengembang kapasitas. Kedua, penyediaan
sumber daya. Ketiga, jaringan social yang diwujudkan dalam bentuk kemitraan
strategis.
Dalam pelaksanaan P2KP, dibentuk tim
koordinasi dalam beberapa tingkatan. Pada tingkat pusat dibentuk Tim Koordinasi
P2KP pusat yang terdiri dari unsur-unsur Badan Perencana Pembangunan Nasional
(Bappenas), Dept. Keungan, Dept. Dalam Negeri, Dept. Pekerjaan Umum dan
Departemen lainnya yang terkait. Pada tingkat wilayah, ditempatkan Konsultan
Manajemen Wilayah (KMW) yang masing-masing menangani Satuan Wilayah Kegiatan
(SWK). Pada tingkat kelurahan, dikembangkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM),
yang merupakan kelembagaan masyarakat yang beranggotakan tokoh-tokoh
masyarakat, perwakilan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan warga kelurahan.
c.
Pendanaan
Setiap kelurahan sasaran hanya
memperoleh alokasi dana satu kali selama proyek berjalan. Alokasi dana
merupakan hibah untuk kelurahan dengan jumlah yang variatif menurut ukuran
keluarahan yang bersangkutan. Kelurahan dengan ukuran sangat kecil dengan
populasi <7.500 memperoleh Rp 100.000.000, ukuran kecil dengan populasi
7.500 – 15.000 memperoleh Rp 250.000.000, ukuran sedang dengan populasi 15.001
– 22.500 memperoleh Rp 500.000.000, ukuran besar dengan populasi 22.501 –
30.000 memperoleh Rp 750.000.000 dan ukuran sangat besar dengan populasi >30.000
memperoleh Rp 1.250.000.000.
d.
Proses Pengajuan Usulan
Untuk memperoleh dana, setiap KSM
menyiapkan sebuah usulan subproyek dengan menggunakan format baku yang
disediakan oleh fasilitator dan kemudian ditandatangani oleh seluruh kelompok.
Usulan harus dinilai kelayakannya terlebih dahulu oleh KMW, sebelum diajukan ke
BKM. Setelah dirasa layak maka akan diadakan pertemuan antara BKM dengan KSM,
dimana KSM dapat melakukan pembelaan terhadap program yanghenak dibuat.
Keputusan diterimanya KSM-KSM dilakukan melalui musyawarah anggota BKM. Usulan
kegiatan yang disetujui harus diumumkan dimasing-masing RT/RW terkait dan
ditempel di papan pengumuman.
2) Proyek
Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K)
a.
Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran proyek ini adalah
petani-nelayan beserta keluarganya yang pendapatnnya di bawah garis kemiskinan
yaitu di bawah 320 kg setara beras per orang pertahun, baik yang di desa IDT
maupun non IDT.
Sebagai masyarakat yang hidup di
bawah garis kemiskinan, mereka diidentifikasi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) kepemilikan rumah dan barang-barangnya terbatas, (2) tingkat
kesahatan dan pendidikan yang rendah, (3) produktivitas kerjanya rendah, (4)
keterampilan di bidang usaha rendah, (5) kurang tanggap terhadap pembaruan dan
kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan.
b.
Pengorganisasian
Dilihat dari sudut warga yang menjadi
sasaran program, pengorganisasian diharapkan dapat berjalan secara bertahap dan
berjenjang.
Pada tingkat penyelenggara program,
P4K adalah salah satu proyek yang dikelola oleh Badan Pendidikan dan Latihan
Pertanian, Dept. Pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat tani dan nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sacara lebih
rinci dapat dijeleaskan sebagai berikut: (1) meningkatkan pendapat PNK (2)
membantu PNK mengubah perilakunya sehingga menjadi tangap terhadap pembaruan.
Visi proyek ini adalah mampu
mengantarkan petani kecil menjadi berdaya untuk lepas dari lingkaran kemiskinan
dengan 4 misi yaitu: (1) membangun kemampuan PNK agar memiliki rasa percaya
diri yang kuat untuk menghadapi kehidupan dan penghidupannya, (2) memberdayakan
PNK dalam usaha meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya, (3)
mengupayakan tumbuh dan berkembangnya iklim dan system pelayanan yang mendukung
kegiatan usaha produktif PNK, (4) memperkuat kelembagaan PNK untuk
meningkatkan kemampuan kerjasama, posisi
tawar dan skala ekonomi usahanya.
c.
Pendanaan
P4K merupakan salah satu proyek di
Departemen Pertanian bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), dalam
rangka penanggulangan kemiskinan di wilayah pedesaan melalui pengembangan SDM
dan penyediaan pelayanan kredit mikro bagi pengembang usaha mikro di tingkat
pedesaan.
d.
Variasi Berdasarkan Sponsor Program
Dalam pelaksanannya, program ini
disokong oleh beberapa sponsor. Berikut disampaikan 3 lembaga donor yang sering
memberikan bantuan bagi Negara-negara sedang berkembang, terutama program
pembangunan desa terpadu. Ketiga lembaga tersebut adalah World Bank, United Nations dan United States agency for International
Development (USAID) (Rondinelli, 1978: 24).
Dilihat dari kelompok sasarannya, World Bank memberikan prioritas 40 %
penduduk yang pada umumnya berada dalam kondisi kemiskinan absolut atau berada
pada kemiskinan relative. Sementara United
Nations memberikan prioritas kepada petani kecil berpendapatan rendah yang
hidup di daerah pedesaan di luar wilayah kota dan daerah industry. USAID
memberikan rekomendasi kelompok sasaran yang merupakan lapisan masyarakat
berpendapatan rendah dari kalangan pedesaan dan dari sector modern.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan di atas,
penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari makalah yang telah dibuat.
Adapun kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
·
Pengertian
Pembangunan Desa Terpadu
Pembangunan desa terpadu adalah strategi pembangunan yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi pembangunan desa
·
Implementasi
dan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan desa terpadu
·
Masyarakat
Penerima Program
Keberhasilan program pembangunan desa
terpadu selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara
program juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program
Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan, oleh sebab itu
kritik dan saran yang membangun selalu penulis tunggu sebagai media koreksi
untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo. 2008. Strategi-strategi
Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.
No comments:
Post a Comment