RIZKIE ABANGNYA ERIEL PUTRA ASLI LUBUKLINGGAU

Wednesday, June 1, 2016

MAKALAH PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA UNMURA 2016



MAKALAH PEMBANGUNAN  MASYARAKAT DESA
“Pembangunan Desa Terpadu”


 











OLEH :
NAMA                                               :
NPM                                                 :
PRODI                                               : ILMU PEMERINTAHAN
DOSEN PENGASUH                         :

UNIVERSITAS MUSI RAWAS
FAKULTAS ILMU SOSIAL dan POLITIK
TAHUN 2016/2017

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pembangunan Masyarakat Desa Terpadu.

    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
    Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pembangunan masyarakat desaini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.





Lubuklinggau, 19 MEI 2016


PENYUSUN



DAFTAR ISI
Cover Logo.     ……………………………………………………………………                               1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………                        2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………
BABA II PEMBAHASAN………………………………………………………………                    9
PENUTUP……………………………………………………………………………….                                 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….                                  22










 

 BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar belakang
\
Pada umumnya masyarakat menginginkan kehidupan yang ideal. Kondisi tersebut dapat menggambarkan segala kebutuhan masyarakat terpenuhi. Suatu kondisi yang tidak dikhawatirkan untuk memikirkan hari esok. Kondisi yang memberikan situasi kondusif guna aktualisasi diri dan untuk terwujudnya proses relasi sosial yang berkeadilan. Realitas yang dianggap sebagai masalah sosial selalu mendorong atau memberi inspirasi bagi munculnya usaha perubahan ataupun perbaikan.
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik  dan pemerintahan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Sejarah perkembangan desa-desa di Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, bahkan lebih tua dari Republik Indonesia sendiri. Sebelum masa kolonial, di berbagai daerah telah dikenal kelompok masyarakat yang bermukim di suatu wilayah atau daerah tertentu dengan ikatan kekerabatan atau keturunan. Pola pemukiman berdasarkan keturunan atau ikatan emosional kekerabatan berkembang terus baik dalam ukuran maupun jumlah yang membentuk gugus atau kesatuan pemukiman. Pada masa itu, desa merupakan kesatuan masyarakat kecil seperti sebuah rumah tangga besar, yang dipimpin oleh anggota keluarga yang paling dituakan atau dihormati berdasarkan garis keturunan. Pola hubungan dan tingkat komunikasi pada masa itu masih sangat rendah, terutama di daerah perdesaan terpencil dan pedalaman. Namun di pulau Jawa proses itu terjadi cukup cepat dan lebih baik dibanding dengan apa yang terjadi di pulau lainnya, sehingga perkembangan masyarakat yang disebut desa lebih cepat mengalami perubahan.
Kuntjaraningrat (1977) mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu daerah, sedangkan Bergel (1995) mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani. Landis menguraikan pengertian desa dalam tiga aspek; (1) analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2500 orang, (2) analisis sosial psikologis, desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan akrab dan bersifat informal diantara sesama warganya, dan (3) analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduknya tergantung kepada pertanian. Di Indonesia penggunaan istilah tersebut digunakan dengan cara yang berbeda untuk masing-masing daerah, seperti dusun bagi masyarakat Sumatera Selatan, dati bagi Maluku, kuta untuk Batak, nagari untuk Sumatera Barat, atau wanua di Minahasa. Bagi masyarakat lain istilah desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan erat dengan mata pencahararian, norma dan adat istiadat yang berlaku.
Dalam PP Nomor 76/ 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa dinyatakan bahwa desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Dalam Bab 1, Ketentuan Umum, Pasal 1, dinyatakan bahwa “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten”.
Masalah kemiskinan nampaknya sudah gejala umum di seluruh dunia terutama di Indonesia. Sampai dengan tahun 2011, tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan menjadi 12,49 persen dari 13,33 persen pada tahun 2010. Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan di samping diperoleh melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan melalui 3 (tiga) klaster program penanggulangan kemiskinan. Hasil yang diperoleh pada tahun 2011 dari Klaster I yang ditujukan untuk mengurangi beban pemenuhan kebutuhan dasar dan untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah tangga miskin melalui peningkatan akses pada pelayanan dasar adalah: (1) realisasi penyaluran subsidi Raskin sebesar 2,9 juta ton bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran penerima raskin, dan adanya penyaluran Raskin ke-13 untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin akibat kenaikan harga-harga pangan, termasuk beras; (2) pemberian pelayanan Jamkesmas bagi 76,4 juta orang; serta (3) penyediaan beasiswa yang direncanakan untuk 4,7 juta siswa.
Sejalan dengan pelaksanaan program Klaster I, hasil yang dicapai dalam pelaksanan program Klaster II untuk tujuan Pemberdayaan Masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut. Pada tahun 2011 pelayanan PNPM Mandiri Inti sudah dilaksanakan di 6.328 Kecamatan di seluruh Indonesia, dan akan terus dilanjutkan sehingga pada tahun 2012 PNPM Mandiri Inti akan mencakup di 6.623 Kecamatan, dengan penempatan 30.000 fasilitator sebagai pendamping masyarakat dan didukung dengan penyaluran bantuan langsung masyarakat sebesar Rp 10,31 triliun yang berasal dari APBN dan APBD. Pelaksanaan PNPM Mandiri, juga didukung oleh pelaksanaan PNPM pendukung yaitu diantaranya: (i) PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus; (ii) PNPM Kelautan dan Perikanan (PNPM-KP) yang ditujukan untuk memberikan fasilitas bantuan sosial dan akses usaha modal; (iii) PNPM Agribisnis, yaitu Program Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP); serta (iv) PNPM Pariwisata yang baru masuk dalam PNPM Penguatan dengan tujuan mengembangkan kapasitas masyarakat dan memperluas kesempatan berusaha dalam kegiatan kepariwisataan. Pelaksanaan PNPM telah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pendapatan rumah tangga hingga 19 persen dan konsumsi rumah tangga hingga 5 persen dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapat PNPM. Selain itu, akses terhadap kesehatan juga lebih besar 5 persen dan peningkatan kesempatan kerja yang lebih besar 1,25 persen di lokasi PNPM dibandingkan lokasi non PNPM.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan 28,55 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin. Penduduk miskin dikategorikan sebagai kalangan masyarakat dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Indikator garis kemiskinan terbentuk dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).  Mengutip laporan terbaru BPS, Kamis (2/1/2014), jumlah penduduk miskin pada September 2013 bertambah 0,48 juta orang dibandingkan posisi Maret sebanyak 28,07 juta. Jumlah dan presentase penduduk miskin sepanjang 2004-September 2013 bergerak fluktuatif. Pada periode 2004 ke 2005, jumlah penduduk miskin tercatat menurun. Namun setahun kemudian, penduduk miskin justru bertambbah akibar kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Pada periode ini, inflasi umum mencetak level tinggi hingga 17,95%. Selanjutnya pada 2007-Maret 2013, jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali menurun. Terakhir, periode Maret-September 2013, angka penduduk miskin kembaku mengalami kenaikan. BPS juga melaporkan, Garis Kemiskinan sepanjang periode Maret-September 2013 mengalami kenaiakn sebesar 7,85%. Jika pada Maret Garis Kemiskinan berada di level Rp 271.626 per kapita per bulan, maka enam bulan kemudian naik menjadi Rp 292.951 per kapita per bulan.
Melalui permasalah tersebut kita akan bahas tentang bagaimana proses pembangunan desa terpadu sebagai pendekatan yang baik untuk pembangunan nasional melalui peningkatan ekonomi desa. Tentu saja dengan dukungan dari sektor lainnya, seperti pendidikan, politik, sosial, dan psikologi.

  B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis buat, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah tersebut adal sebagai berikut:
1.           Apakah yang dimaksud dengan pembangunan desa terpadu?
2.           Bagaimanakah implementasi dan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan desa  terpadu?
3.          Jelaskan beberapa contoh kasus pelaksanaan pembangunan desa terpadu?

  C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan yang telah ditentukan, maka penulis juga dapat merumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah tersebut, adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian dari pembangunan desa terpadu
2.       Mengetahui implementasi dan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan desa terpadu
3.      Mengetahui beberapa contoh kasus pelaksanaan pembangunan desa terpadu

  D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan makalah yang ditulis, penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
A.      Untuk Penulis Makalah
Mendapatkan pengetahuan serta wawasan beru tentang pembuatan makalah yang baik dan benar serta dapat mengetahui bagaimana hasil makalah buatan penulis, selain itu juga dapat menambah wasasan penulis tentang pembangunan desa terpadu.
B.      Untuk Pembaca
Dapat memberikan tambahan bahan referensi dalam proses perkuliahan.
C.          Untuk Mahasiswa Pada Umumnya
Menumbuhkan sifat kritis bagi mahasiswa terhadap sesuatu yang baru serta menambahkan motivasi mereka untuk terus berkarya dan berprestasi.

 












BAB II
PEMBAHASAN

  Pengertian
Pembangunan desa terpadu adalah strategi pembangunan yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi pembangunan desa. Dalam pembangunan desa dilakukan usaha yang intensif dengan tujuan dan kecenderungan memberikan fokus kepada kelompok maupun daerah tertentu, melalui penyampaian pelayanan, bantuan dan informasi kepada masyarakat desa (Poostchi,1986). Dengan demikian, strategi ini lebih banyak menaruh pada proses penyampaian daripada mengembangkan kapasitas dan respon masyarakat. Karena masyarakat desa mempunyai beberapa aspek, pembangunan desa yang bersifat menyeluruhl semestinya juga meliputi keseluruhan aspek tersebut.
Untuk menghidari tumpang tindih penanganan akan seluruh aspek yang ada, perlu adanya suatu pendekatan yang mampu mengkoordinasikan dan mensinergikan program-program yang bersifat sektoral tersebut. Strategi yang dimaksud adalah integrated rural development (pembangunan desa terpadu) dalam pandangan ini pembangunan desa terpadu adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan melalui sinkronisasi yang lebih baik dari berbagai kegiatan, mata rantai, usaha, serta koordinasi yang efektif dari berbagai instansi terkait (FOA,1977 :3). Pada sumber yang sama disebutkan bahwa pembangunan desa terpadu bukan hanya menjangkau sektor ekonomi masyarakat, naumun juga menjangkau sektor yang lain seperti pertanian. Maka dari itu pembangunan desa terpadu disebut juga sebagai multidisiplin.
Dapat dipahami pembangunan desa terpadu adalah strategi yang mengadopsi system approach dalam pelaksanaan pembangunan mayarakat. Strategi ini memandang bahwa sektor ekonomilah yang berperan dalam pembangunan. Sedangkan sektor politik, pendidikan ,lingkungan, sosial, kultural, psikologis, teknik yang saling terintegrasi, berinterpendensi dan saling mendukung.
Dengan melihat  karakteristiknya seperti itu, maka untuk mengembangkan konsep pembangunan terpadu tidak cukup menggunakan satu kontribusi dari satu disiplin ilmu pengetahuan, tetapi berbagai disilpin ilmu pengetahuan yang relefan dan terkait dengan aspek-aspek yang terdapat dalam proses pembangunan desa tersebut. Sebagai suatu kebulatan yang didalamnya mengandung berbagai aspek, proses yang menggunakan pendekatan ini akan mengandung unsur-unsur yang sangat esensial berupa : multifungsi, intersektorall, dan interaksi.
Berdasarkan berbagai hal yang sudah diuraikan tadi, barangkali cukup bermanfaat untuk emerhatikan tiga persoalan yang dikemukakan oleh Honadle dan VanSant(1985:5) disekitar pelaksanaan strategi pembangunan desa terpadu ini. pertama, pernyataan formal tentang tujuan program, filosofi,dari pendekatan pembangungan terpadu serta dimensi teknis dari pendekatan terintegrasi itu sendiri jarang memperoleh penjelasan yang cukup memadai. Kedua, proses dalam mengimlementasikan pendekatan pembangunan desa terpadu sering mengandung kontradiksi yang mendasar, misalnya tradeoff antara harapan perolehan hasil fisik dengan segera dengan pengembanga kapasita smasyarakatnya. Ketiga, kegagalan program seringkali bukan disebabkan oleh kurangnya kemauan politok (political will), tetapi disebabkan adanya konflik serta dampak dari konflik dalam organisasi dan menejemen pelaksanaanya
Pembangunan desa terpadu dapat dilihat sebagai suatu metode, proses, dan sasaran dari proses itu sendiri. Sebagai suatu metode, karena pendekatan ini merupakan suatu salah satu cara untuk melakukan pembangunan desa dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan mengait seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Sebagai suatu proses, karena pendekatan ini mencoba mentransformasikan kehidupan desa yang berorientasi tradisional menuju ke kehidupan yang berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Sebagai sasaran, karena proses yanga menggunakan pendekatan ini menuju pada suatu peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, peluang yang semakin terbuka untuk mengembangkan diri dan pengembangan institusi sosial ekonomi dan pelayanan yang setara dengan masyarakat kota.





Implementasi dan Persoalannya
Memerhatikan sifat dari strategi ini Sesuai namanya, maka perlu ditegaskan kembali bahwa kata kunci dalam implementasinya adalah koordinasi. Koordinasi dan integrasi tidak hanya diperlukan di Antara berbagai pihak  yang menyampaikan program kepada masyarakat desa, tetapi juga pihak yang menyampaikan program.
 Pihak yang Menyampaikan Program
Rekomendasi Honadle dan VanSant agar sebelum implementasi, dipersiapkan hal – hal sebagai berikut. Pertama, dibuat suatu statemen formal yang jelas dan rinci tentang tujuan program, filosofi dan dimensi teknis dari pendekatan yang terpadu. Kedua, proses implementasi IRD sering terkendala oleh berbagai kontradiksi yang mendasar seperti trade off antara pencapaian hasil segera dengan pengembangan kapasitas masyarakat. Ketiga, kegagalan program mungkin bukan karena kurangnya kemauan politik, melainkan adanya konflik atau dampak konflik organisasi dan manajemen program.
Bagi instansi yang akan melaksanakan program, terutama apabila merupakan instansi pemerintah, persoalan terdepan adalah perubahan pola berpikir dan pola kerja dari pendekatan sektoral yang mungkin selama ini telah banya digunakan menjadi pendekatan integral sesuai dengan sifat strategi IRD.
Sudah barang tentu persiapan dan implementasi strategi ini hanya menyangkut sikap dan kinerja aparat pelaksana, tetapi juga menyangkut pengorganisasian dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam bentuk dan pola pengorganisasian tersebut (Honadle dan VantSant, 1995:8). Pertama, pertimbangan tentang fragmentasi dari instansi terkait akan menentukan bentuk dan pola koordinasi yang dibutuhkan. Kedua, pilihan antara otoritas yang terpusat atau pembagian ototritas. Ketiga, pilihan antara organisasi permanen atau organisasi sementara.
Dari hasil studi pengalaman pelaksanaan pembangunan desa terpadu di beberapa Negara sedang berkembang dapat diinventarisasi beberpa model pengorganisasiannya. Masing-masing model memiliki tingkat penyesuaian dengan kondisi yang berbeda dan masing – masing juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Ronddinelli (1978:116) menyatakan, bahwa pada umumnya Negara-negara sedang berkembang memilih satu di antara tiga pilihan dalam menentukan organisasi penyelenggara. Pertama, memberi tugas kepada badan-badan pemerintah yang sudah ada. Kedua, membentuk badan koordinasi atau suatu kemite yang bertugas mengintegrasikan input dari beberapa departemen yang berbeda, dari lembaga nondepartemen dan lembaga swadaya masyarakat. Ketiga, membentuk satuan implementasi proyek yang otonom dan berada di luar struktur berokrasi pemerintah yang regular.
Sehubungan dengan berbagai pola organisasi pengelola penyelenggara pembangunan desa terpadu tersebut, Honadle dan VantSant (1985:12-21) memberikan lebih banyak variasi dan berabagai alternative, yaitu sebagai berikut.
        Badan Pelaksana Pembangunan Desa Terpadu Tingkat Nasional
Model badan pelaksana tingkat nasional, yang pada umumnya berupa suatu Badan Koordinasi Nasional. Dalam praktik pelaksanaannya di lapangan, sering dijumpai berbagai satuan manajemen proyek sebagai alternative model pertama yang sudah terbentuk dan menjalankan program pembangunan desa terpadu kemudian berkoordinasi dan terjadi amalgamasi dalam suatu otoritas pada tingkat nasional. Secara sepintas hal tersebut seolah-olah sama dengan model keempat ini. Memang benar, diantara keduanaya model dan pendekatannya sama-sama bersifat top-down, tetapi dilihat dari prosesnya merupakan kebalikannya terhadap yang lain.
Keberadaan badan koordinasi nasional sebagai otoritas penyelenggara pembangunan desa terpadu ini banya dijumpai di Amerika Latin. Rural Sector Grant (RSG) di Botswana dapat dijadikan contoh model badan tingkat nasional yang terbetuk lebih dulu, yang kemudian mendorong munculnya proyek dan aktivitas local.
      Lembaga Swadaya Masyarakat
Alternative ini merupakan suatu model yang menggunakan dana masyarakat dan swasta guna membiayai program pembangunan desa pada komunitas terpilih. Dalam beberapa hal model ini juga dapat dikatakan sebagai penerapan strategi community development dalam versi yang terintegrasi.
Tujuan program melalui model ini adalah peningkatan kesejahteraan social ekonomi pada tingkat komunitas yang meliputi peningkatan pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur melalui proses yang lebih mandiri oleh masyarakat.
Beberapa keunggulan dari penerapan model ini adalah : (1) menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi masyarakat local sehingga lebih memungkinkan partispasi masyrakat, (2) mengandung usaha untuk mengembangkan komitmen local yang lebih luas dalam pola organsiasi baru yang lebih mempunyai prospek bagi partisipan, (3) bertujuan mendorong kapasitas local untuk mandiri, (4) mengandung kebijakan yang mengkombinasikan otoritas local dengan mengikutsertkan lapisan miskin dalam proses pengambilan keputusan, (5) perencanaan yang bersifat fleksibel yang memungkinkan berbagai modifikasi selama proses berjalan dalam rangka selalu respons kebutuhan local. Sebaliknya, kelemahan dari model ini adalah pada terhambatnya upaya menuju kesinambungan dari proses menuju kemandirian.

 Komponen yang Perlu Dintegrasikan Dalam Program
Memerhatikan apa yang sudah diuraikan tadi, dalam implementasinya ternyata banyak persoalan yang berlu diantisipasi. Pada pihak penyelenggara program, persoalan muncul di samping dari penentuan strategi dan teknik yang tepat dalam usaha meningkatkan produksi pertanian.
Persoalan lebih komplek ketika isu pemerataan social dan pemberantasan kemisiknan ditambahkan sebagai bagian dari tujuan program. Apabila pembangunan desa terpadu memasukan penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pendapatan dalam misi dan tujuannya, maka dalam implementasi program dituntut untuk memberikan prioritas kepada petani kecil dipedesaan.
Agar lebih efektif sebagai sarana peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, berbagai program pendukung peningkatan produktivitas pertanian tersebut perlu dikombinasikan dengan program-program yang mencerminkan kebutuhan riil kelompok sasaran seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, pendidikan, kesahatan dsb.
Persoalan tidak hanya dalam hal bagaimana mendesain program yang terintegrasi tersebut, akan tetapi juga dalam menentukan strategi implementasi.
Walaupun demikian, dalam rangka mengembangkan strategi pembangunan desa yang semakin maju, maka berbagai persoalan tersebut perlu diantisipasi dengan tepat, tidak jarang melalui proses bekerja sambil belajar. Rondinelli (1978:80) mencoba mengantisipasinya melalui dua langkah penting. Pertama, melakukan inventarisasi dan studi tentang bahan-bahan yang diperoleh dari berbagai literature pembangunan desa. Kedua, melakukan review dab evaluasi terhadap berbagai pengalaman dalam pelaksanaan pembangunan desa di Negara-negara sedang berkembang. 
Berdasarkan dua langkah tersebut kemudian Rondinelli merekomendasikan adanya empat komponen yang perlu dikoordinasikan dan diintegrasikan dala program pembangunan desa terpadu.

 Masyarakat Penerima Program
Keberhasilan program pembangunan desa terpadu selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara program juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program.
Bagi program pembangunan desa terpadu yang tidak semata-mata berorientassi pada delivery and charity approach melainkan juga berorientasi pemberdayaan, keberhasilan tidak hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya aktivitas local dan dirasakannya manfaat program selama program berlangsung. Dalam pendekatan pemberdayaan, yang dibutuhkan adalah tumbuhnya kapasitas local untuk menghasilkan perbaikan yang bersifat mandiri. Sukses program tidak diukur dari sudut organisasi penyelenggara tetapi pada kesinambungan manfaat program bagi masyarakat baik pada saat maupun terutama setelah program berakhir.
Program yang berhasil menumbuhkan perbaikan dalam jangka panjang adalah program yang mampu mendorong perbaikan berkelanjutan secara mandiri baik dalam hal perbaikan kesejahteraan masyarakat maupun dalam peningkatan kapasitas masyarakat untuk membangun.
Berdasarkan berbagai pelaksanaan di lapangan, institusi yang dimaksud dapat berupa kelompok fungsional yang memfokuskan kegiatannya pada bidang tertentu. Terlepas dari proses terbentuknya dan ruang lingkup kegiatnannya, agar institusi dimaksud dapat berfungsi efektif, maka syarat utamnya adalah di satu pihak cukup mengakar dalam masyarakat, dan pihak lain cukup responsive terhadap perubahan dan pembaharuan yang sedang berjalan. Menurut Honadle dan VanSant (1985:53) sukses institusi tersebut dapat dilihat dari peranannya dalam hal: (1) memfasilitasi arus dua arah dari informasi dan pelayanan eksternal dengan aspirasi dan kepentingan local, (2) mereduksi resiko sampai minimal, (3) mengadaptasi aktivitas program sesuai kondisi local, (4) mendorong kebebasan politik dan ekonomi masyrakat local khusushnya dalam proses pengambilan keputusan dan akses terhadap peluang, (5) koordinasi dan penyebaran manfaat dari program.
Rondinelli (1990:222-225) mengemukakan sejumlah ciri penting bagi pranata social yang mempunyai kemampuan adaptif. Pertama, merupakan pola aktivitas yang cukup fleksibel dan dapat diterapkan dalam berbagai jenis problema dan kondisi yang ada. Kedua, bersifat terpadu dan saling mengisi. Ketiga, dibangun berdasarkan pemahaman terhadap institusi tradisional yang sudah hidup dan berkembang dalam masyrakat. Keempat, dapat berfungsi sebagai katalisator bagi perubahan kea rah pola aktivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Kelima, mampu memfasilitas pelayanan social sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Keena, mampu menghubungkan dengan kelompok sasaran dan membukan peluang bagi kepemimpinan yang partisipatif.

 Berbagai Kasus Pelaksanannya
Dalam pelaksanaannya di lapangan, strategi pembangunan desa terpadu ini dapat termanifestasikan dalam berbagai variasi mulai dari upaya mengintegrasikan aspek-aspek terkit dalam lingkup yang lebih sempit, sampai dengan implementasinya yang berusaha melakukan integrasi antar aspek yang lebih luas. Strategi ini banyak pula digunakan untuk menangani masalah yang lebih khusus (Honadle & VanSant, 1985 :4), misalnya: (1) penenganan daerah perbatasan dengan Negara lain, (2) penekanan pada peningkatan produksi bahan makan yang memiliki kedudukan penting dalam kerangka kebijakan nasional, (3) penanganan situasi di suatu daerah yang secara historis sering berseberangan secara politik dengan pemerintah pusat, (4) proyek yang dimaksudkan untuk mendorong perubahan otoritas local termasuk pola tradisional dalam proses pengambilan keputusan, (5) menempatkannya sebagai bagian dari proses desentralisasi dalam system pemerintahan nasional, (6) sebagai bagian dari usaha mendorong koordinasi di antara instansi departemental dan nondepartemental.

 Program Distrik Pertanian Intensif
Model ini dilaksanakan di India dan banyak dikenal sebagai Intensive Agricultural District / IADP (Zandtra, 1979:147 dan Comb & Ahmed, 1980:25). Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah India untuk mengatasi stagnasi produksi pangan sekaligus dimaksudkan sebagai strategi baru dalam pembangunan pertanian pada saat itu, fokusnya diarahkan  untuk peningkatan produktivitas pertanian secara tepat dalam suatu wilayah tertentu, sambil mencari pola yang tepat dalam mengembangkan ide-ide baru melalui pembangunan pertanian.
Program ini diimplementasikan agar dapat memenuhi sejumlah tujuan, diantaranya (1) melakukan demontrasi pada suatu daerah percontohan tertentu, (2) meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya, (3) mengembangkan sumber daya ekonomi dan potensi desa, (4) melengkapi kerangka dasar agraris yang cukup memadai. Dalam tahap awal telah dipilih tujuan distrik untuk pelaksanaan program ini, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama jumlahnya telah bertambah.
       
 Kasus Program Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia
Dalam kesempatan ini dipilih di antara banyak program pengentasan kemiskinan yang ada dan pernah dilaksanakan di Indonesia, yaitu proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K).
P2KP merupakan contoh penerapan pembangunan dea terpadu dalam upaya pengetasan kemiskinan yang menggunakan model organisasi berupan Badan Pelaksana Pembangunan Desa Terpadu Tingkat Nasional yang kemudian mempunyai jaringan sampai ke tingkat bawah, sedangkan P4K merupakan contoh pembangunan desa terpadu yang ditangani oleh Badan Departemental, dala hal ini Departemen Pertanian sebagai penyelenggra yang dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan lembaga atau instansi terkait.
Secara normative kedua program tersebut sangat meperhatikan proses perencanaan dari masyarakat (Mekanisme bottom up) dibanding bersifat top down, selain itu kedua program juga memberikan perhatian bagi tumbuhnya institusi local yang diharapkan dapat memfasilitasi mekanisme perencanaan dan pengelolaan oleh masyrakat.
1)   Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
a.    Kelompok sasaran
Penerima bantuan P2KP adalah perorangan dan keluarga miskin yang berada di satuan wilayah administrasi pemerintah ditingkat kota, baik yag berstatus keluarahan maupun desa perkotaan yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan di Indonesia. Pengertian perkotaan dalam program ini tidak harus identic dengan  wilayah yang secara administrative berada dalam suatu kota di bawah pemerintah kota, melainkan perkotaan dalam pengertian wilayah perkembangan social ekonomi.

b.    Organisasi Pelaksana Proyek
Berdasarkan desain programnya, visi P2KP adalah masyarakat yang mampu membangun sinergi dengan berbagai pihak yang menangulangi kemiskinan secara madiri, efektif dan berkelanjutan, dengan misi yaitu memberdayakan masyarakat kota dalam upaya penanggulanga kemiskinan melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan membudayakan kemitraan strategis antara masyarakat dan pelaku-pelaku pembangunan local lainnya.
Dalam misi di atas terdapat tiga peran program (pemerintah). Pertama, pengembang kapasitas. Kedua, penyediaan sumber daya. Ketiga, jaringan social yang diwujudkan dalam bentuk kemitraan strategis.
Dalam pelaksanaan P2KP, dibentuk tim koordinasi dalam beberapa tingkatan. Pada tingkat pusat dibentuk Tim Koordinasi P2KP pusat yang terdiri dari unsur-unsur Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), Dept. Keungan, Dept. Dalam Negeri, Dept. Pekerjaan Umum dan Departemen lainnya yang terkait. Pada tingkat wilayah, ditempatkan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) yang masing-masing menangani Satuan Wilayah Kegiatan (SWK). Pada tingkat kelurahan, dikembangkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), yang merupakan kelembagaan masyarakat yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat, perwakilan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan warga kelurahan.

c.    Pendanaan
Setiap kelurahan sasaran hanya memperoleh alokasi dana satu kali selama proyek berjalan. Alokasi dana merupakan hibah untuk kelurahan dengan jumlah yang variatif menurut ukuran keluarahan yang bersangkutan. Kelurahan dengan ukuran sangat kecil dengan populasi <7.500 memperoleh Rp 100.000.000, ukuran kecil dengan populasi 7.500 – 15.000 memperoleh Rp 250.000.000, ukuran sedang dengan populasi 15.001 – 22.500 memperoleh Rp 500.000.000, ukuran besar dengan populasi 22.501 – 30.000 memperoleh Rp 750.000.000 dan ukuran sangat besar dengan populasi >30.000 memperoleh Rp 1.250.000.000.

d.    Proses Pengajuan Usulan
Untuk memperoleh dana, setiap KSM menyiapkan sebuah usulan subproyek dengan menggunakan format baku yang disediakan oleh fasilitator dan kemudian ditandatangani oleh seluruh kelompok. Usulan harus dinilai kelayakannya terlebih dahulu oleh KMW, sebelum diajukan ke BKM. Setelah dirasa layak maka akan diadakan pertemuan antara BKM dengan KSM, dimana KSM dapat melakukan pembelaan terhadap program yanghenak dibuat. Keputusan diterimanya KSM-KSM dilakukan melalui musyawarah anggota BKM. Usulan kegiatan yang disetujui harus diumumkan dimasing-masing RT/RW terkait dan ditempel di papan pengumuman.

2)   Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K)
a.      Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran proyek ini adalah petani-nelayan beserta keluarganya yang pendapatnnya di bawah garis kemiskinan yaitu di bawah 320 kg setara beras per orang pertahun, baik yang di desa IDT maupun non IDT.
Sebagai masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, mereka diidentifikasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) kepemilikan rumah dan barang-barangnya terbatas, (2) tingkat kesahatan dan pendidikan yang rendah, (3) produktivitas kerjanya rendah, (4) keterampilan di bidang usaha rendah, (5) kurang tanggap terhadap pembaruan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

b.      Pengorganisasian
Dilihat dari sudut warga yang menjadi sasaran program, pengorganisasian diharapkan dapat berjalan secara bertahap dan berjenjang.
Pada tingkat penyelenggara program, P4K adalah salah satu proyek yang dikelola oleh Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian, Dept. Pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani dan nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sacara lebih rinci dapat dijeleaskan sebagai berikut: (1) meningkatkan pendapat PNK (2) membantu PNK mengubah perilakunya sehingga menjadi tangap terhadap pembaruan.
Visi proyek ini adalah mampu mengantarkan petani kecil menjadi berdaya untuk lepas dari lingkaran kemiskinan dengan 4 misi yaitu: (1) membangun kemampuan PNK agar memiliki rasa percaya diri yang kuat untuk menghadapi kehidupan dan penghidupannya, (2) memberdayakan PNK dalam usaha meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya, (3) mengupayakan tumbuh dan berkembangnya iklim dan system pelayanan yang mendukung kegiatan usaha produktif PNK, (4) memperkuat kelembagaan PNK untuk meningkatkan  kemampuan kerjasama, posisi tawar dan skala ekonomi usahanya.

c.       Pendanaan
P4K merupakan salah satu proyek di Departemen Pertanian bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), dalam rangka penanggulangan kemiskinan di wilayah pedesaan melalui pengembangan SDM dan penyediaan pelayanan kredit mikro bagi pengembang usaha mikro di tingkat pedesaan.

d.      Variasi Berdasarkan Sponsor Program
Dalam pelaksanannya, program ini disokong oleh beberapa sponsor. Berikut disampaikan 3 lembaga donor yang sering memberikan bantuan bagi Negara-negara sedang berkembang, terutama program pembangunan desa terpadu. Ketiga lembaga tersebut adalah World Bank, United Nations dan United States agency for International Development (USAID) (Rondinelli, 1978: 24).
Dilihat dari kelompok sasarannya, World Bank memberikan prioritas 40 % penduduk yang pada umumnya berada dalam kondisi kemiskinan absolut atau berada pada kemiskinan relative. Sementara United Nations memberikan prioritas kepada petani kecil berpendapatan rendah yang hidup di daerah pedesaan di luar wilayah kota dan daerah industry. USAID memberikan rekomendasi kelompok sasaran yang merupakan lapisan masyarakat berpendapatan rendah dari kalangan pedesaan dan dari sector modern.















BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari makalah yang telah dibuat. Adapun kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
·         Pengertian Pembangunan Desa Terpadu
Pembangunan desa terpadu adalah strategi pembangunan yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi pembangunan desa
·         Implementasi dan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan desa terpadu
·         Masyarakat Penerima Program
Keberhasilan program pembangunan desa terpadu selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara program juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program
 


Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun selalu penulis tunggu sebagai media koreksi untuk pembuatan makalah selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA

Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.
WWW.GOOGLE.COM/



















No comments:

Post a Comment