Affandi Koesoema
Affandi Koesoema
Affandi Koesoema lahir di Cirebon
pada tahun 1907 dan meninggal pada tahun 1990. Wow,,, keren ya umurnya. Dimata
dunia Affandi sosok pelukis yang sangat rendah hati, ia mengganggap dirinya
tukang lukis bukan pelukis, baginya melukis adalah kerjaan.
Uniknya, jalan fikirannya sangat
sederhana sampai pada suatu saat ketika ada kritisi Barat menanyakan aliran
lukisan yang dibuat Affandi. Affandi malah berbalik tanya tentang aliran-aliran
lukisan. Ia tidak menunjukan kejeniusannya, tapi orang-orang menilainya sebagai
Maestro, hasil karyanya pun mencapai 2000 karya. Fantastis!!!
Bagaimana ia melukis?
Cara melukisnya pun sangat lucu, ia
tidak melukis seperti para pelukis umumnya, ia tidak menggunakan kuas. Hanya
menumpahkan cat-cat berwarna kedalam lukisannya yang membuat kesan pertama
sangat amburadul, namun setelah itu ia menyikat warna-warna cat tersebut dengan
jarinya.
Hasil karya Affandi Koesoema : Kebun
Cengkeh, Ayam tarung, Perahu dan Matahari, Sis Cut Sunflowers, Barong &
Leak, Andong Jogja, Jatayu, Kepala Kuda dan lain-lain.
Hans
Bague Jassin, atau lebih sering disingkat menjadi H.B. Jassin (lahir
di Gorontalo, 13 Juli 1917 – meninggal di Jakarta, 11 Maret 2000 pada umur 82 tahun) adalah seorang pengarang, penyunting,
dan kritikus sastra ternama dari Indonesia.
Karir
H.B. Jassin menyelesaikan pendidikan
dasarnya di HIS Balikpapan, lalu ikut ayahnya pindah ke Pangkalan Brandan,
Sumatera Utara, dan menyelesaikan pendidikan menengahnya (HBS) di sana. Pada
saat itu ia sudah mulai menulis dan karya-karyanya di muat di beberapa majalah.
Setelah sempat bekerja sukarela di kantor Asisten Residen Gorontalo selama
beberapa waktu, ia menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana untuk bekerja di
badan penerbitan Balai Pustaka tahun 1940. Setelah periode awal tersebut, H.B.
Jassin menjadi redaktur dan kritikus sastra pada berbagai majalah budaya dan
sastra di Indonesia; antara lain Pandji Poestaka, Mimbar Indonesia, Zenith,
Sastra, Bahasa dan Budaya, Horison, dan lain-lain.
Kritik sastra yang dikembangkan H.B.
Jassin umumnya bersifat edukatif dan apresiatif, serta lebih mementingkan
kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra. Sedemikian besarnya
pengaruh H.B. Jassin terhadap lingkungan sastra Indonesia, sehingga pernah
membuatnya dijuluki sebagai "Paus Sastra Indonesia". Pada awal
periode 1970-an, beberapa sastrawan beranggapan bahwa kritik sastra H.B. Jassin
bergaya konvensional, sedangkan pada saat itu telah mulai bermunculan para
sastrawan yang mengedepankan gaya eksperimental dalam karya-karya mereka.
Beberapa peristiwa dan kontroversi
sastra pernah melibatkan H.B. Jassin. Pada tahun 1956, ia membela Chairil Anwar
yang dituduh sebagai plagiat, melalui bukunya yang terkenal berjudul
"Chairil Anwar Penyair Angkatan 45". Ia juga turut menanda-tangani
Manifesto Kebudayaan (Manikebu) tahun 1963, yang membuatnya dikecam sebagai
anti-Soekarno oleh kalangan Lekra dan membuatnya dipecat dari Lembaga Bahasa
Departemen P & K dan staf pengajar UI[1]. Demikian pula ketika ia muat
cerpen "Langit Makin Mendung" karya Ki Panji Kusmin di Majalah Sastra
tahun 1971. Karena menolak mengungkapkan nama asli pengarang cerpen yang isinya
dianggap "menghina Tuhan" tersebut, H.B. Jassin dijatuhi hukuman
dilarang menerbitkan sesuatu yang berbau sastra selama satu tahun.
No comments:
Post a Comment