RIZKIE ABANGNYA ERIEL PUTRA ASLI LUBUKLINGGAU

Thursday, May 26, 2016

JURNAL : PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH DAN MAKE A MATCH DI KELAS XI IPS SMA NEGERI 4 LUBUKLINGGAU




PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH DAN MAKE A MATCH DI KELAS XI IPS SMA NEGERI 4 LUBUKLINGGAU

Oleh
Tuti Larasati1
Yeni Asmara, M.Pd.2
Drs. Mukhlas Yusuf, M.Pd.3


ABSTRACT

This thesis entitled “Comparison of student learning outcomes between using model Index Card Match to Make a Match in Class XI IPS SMAN 4 Lubuklinggau”. The problem is there any comparison of student learning outcomes using models and models Index Card Match Make a Match in Class XI IPS SMAN 4 Lubuklinggau. This type of research is quantitatively using cooperative with a population of students of class XI IPS SMAN 4 Lubuklinggau consisting of 2 classes as a sample is a class XI IPS 4 as an experimental class 1 by using a model of Index Card Match and XI IPS 3 as the experimental class 2 with using model Make a Match. The data collection technique used is the technique of multiple choice test as many as 26 questions were collected, analyzed using t-test. Based on the analysis of the t-test to post-test values obtained thitung = 8.06 while ttabel = 2.00, then Ho is rejected. This means that the learning outcomes of student learning using the model Index Card Match is better than using models Make a Match. This means there is no comparison of student learning outcomes using model Index Card Match and Make a Match in Class XI IPS SMAN 4 Lubuklinggau.

Keywords: Comparison, Index Card Match Model and Make a Match, Learning Outcomes.


PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakikatnya berfungsi untuk mengembangkan kemampuan untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Riyanto, 20013:1).

Menurut Driyarkarya dalam Ihsan (2010:4) mengatakan “bahwa “pendidikan adalah

upaya memanusiakan manusia muda”. Sedangkan menurut  Dictionary of Education dalam

Ihsan (2010: 4) menyebutkan bahwa :

Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang di hadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), Sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

Dari pendapat di atas tersebut dapat di simpulkan bahwa pendidikan adalah proses

bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap proses perkembangan jasmani

dan rohani peserta  didik,  dengan tujuan  supaya  terbentuk
kepribadian  yang  unggul.
1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
1



Kepribadian yang unggul ini memiliki makna yang cukup dalam, yaitu pribadi yang bukan hanya pintar secara akademis tapi juga baik secara karakter. Dalam melakukan pendidikan membutuhkan proses belajar dan pembelajaran terutama pendidikan yang berbasis di sekolah. Belajar dan pembelajaran di sini guru di tuntut kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran di kelas, guru bisa menggunakan alternatif yaitu menggunakan model pembelajaran.

Tujuan dan manfaat pendidikan adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia, baik dari aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab sebagai warga masyarakat. Dalam rangka menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semangkin pesat sekarang ini, bidang pendidikan harus mendapat penanganan dan prioritas yang utama baik oleh pemerintah, para pengelola pendidikan maupun masyarakat. Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama untuk menciptakan prestasi belajar yang optimal yaitu dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2007:25) sebagai berikut:

Perbuatan mendidik diarahkan pada pencapian tujuan-tujuan tertentu, yaitu tujuan pendidikan. Tujuan-tujuan ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri, kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan atau ketiga- tiganya peserta didik, masyarakat dan pekerjaan sekaligus. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik.

Dunia pendidikan di Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam

proses  pembelajaran  sehingga    guru  dituntut untuk mengubah orientasi pembelajaran

yang berpusat pada guru beralih berpusat pada siswa.

Kemampuan manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia belajar, dengan belajar manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas belajar, oleh karena itu sangat wajar apabila belajar merupakan konsep kunci dalam setiap kegiatan pendidikan, ini berarti bahwa tanpa belajar kegiatan pendidikan pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.

Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam belajar. Disebabkan kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan belajar

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
2



manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMA Negeri 4 Lubuklinggau dan melalui observasi lapangan pada hari sabtu tanggal 11 April 2015 dan informasi dari guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tergolong belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. KKM untuk mata pelajaran sejarah SMA Negeri 4 Lubuklinggau yaitu 75. Dari 35 siswa, 15 siswa mendapatkan nilai di bawah KKM atau 45 % belum tuntas dan 20 siswa mendapatkan nilai diatas KKM atau 55 % tuntas. Pada saat wawancara hari Jum’at pukul 09:00 WIB, guru sejarah Ibu Dra. Yenny Irdiyanti, M.Pd., hanya menggunakan metode konvensional di dalam proses pembelajaran, akibatnya siswa menjadi bosan dan merasa jenuh sehingga menurunkan hasil belajar siswa.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa menerapkan dua model pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa dari pada model konvensinoal. Menurut guru sejarah di SMA Negeri 4 Lubuklinggau, dari kedua model yang berbeda tersebut dimana salah satu model menjadi efektif dan efesien serta meningkatkan hasil belajar siswa maka akan diambil salah satu model tersebut yaitu antara model Index Card Match dan Make a Match.

Suprijono (2011:119) mengatakan bahwa “model pembelajaran Index Card Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu indeks yang ada di tangan mereka”. Proses pembelajaran ini lebih menarik karena siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dalam model ini siswa harus mengerjakan banyak tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Lebih lanjut Suprijono (2011:94) mengatakan bahwa “model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa”. Model pembelajaran Make a Match adalah pembelajaran menggunakan kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu yang berisi soal dan kartu yang lainnya berisi jawaban dari soal-soal tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Index Card Match dan Make a Match di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Index Card Match dan Make a Match di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau?. Adapun tujuan

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
3



penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model Index Card Match dan Make a Match di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Suprijono (2011: 46) mengatakan bahwa “model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial”. Model pembelajaran yang merupakan salah satu model cooperative learning ini adalah suatu cara pembelajaran aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran dengan teknik mencari pasangan kartu indeks yang merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. Metode ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Menurut Suprijono (2011:119) mengemukakan bahwa “model pembelajaran Index Card Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu indeks yang ada di tangan mereka”. Proses pembelajaran ini lebih menarik karena siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Dalam model ini siswa harus mengerjakan banyak tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar juga harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras.

Model pembelajaran Index Card Match membuat siswa terbiasa aktif mengikuti pembelajaran sehingga aktivitas siswa meningkat. Metode ini dapat melatih pola pikir siswa karena dengan metode ini siswa dilatih kecepatan berpikirnya dalam mempelajari suatu konsep atau topik melalui pencarian kartu jawaban atau kartu soal.
Langkah-langkah penerapan model Index Card Match menurut Suprijono (2011 : 120-

121) adalah sebagai berikut :

a)  Guru membuat potongan-potongan kartu sebanyak jumlah siswa yang ada di dalam kelas. b) Guru membagi potongan kartu-kartu tersebut menjadi dua bagian yang sama.
c)   Pada separuh bagian potongan kartu-kartu, guru menuliskan pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari. Setiap kartu berisi satu pertanyaan. d) Pada separuh kartu yang lain, guru menuliskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat. e) Guru mengocok semua kartu sehingga akan tercampur antara pertanyaan dan jawaban.

f)   Guru membagikan satu kartu kepada setiap siswa. Guru selanjutnya menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separuh dari jumlah siswa akan mendapatkan pertanyaan dan separuh yang lain akan mendapatkan jawaban. g) Guru meminta kepada siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, guru meminta kepada mereka untuk duduk berdekatan. Guru juga menjelaskan agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
4



kepada teman yang lain. h) Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, guru meminta kepada setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan pertanyaan yang diperoleh dengan keras kepada teman-temannya yang lain. Selanjutnya pertanyaan tersebut dijawab oleh pasangannya. i) Guru mengakhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langakah model Index

Card Match yaitu guru membuat potongan-potongan kartu sebanyak jumlah siswa yang ada

di dalam kelas, membagi potongan kartu-kartu tersebut menjadi dua bagian yang sama,

menuliskan  pertanyaan  tentang  materi  yang  akan  dipelajari.  Setiap  kartu  berisi satu

pertanyaan, menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan, siswa

menemukan pasangan dan duduk berdekatan dan membuat klarifikasi dan kesimpulan.

Menurut Suprijono (2011:122) mengatakan bahwa kelebihan dan kelemahan model

Index Card Match adalah sebagai berikut:

Kelebihan Metode Pembelajaran Index Card Match yaitu menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa, mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenagkan, mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar, penilaian dilakukan bersama pengamat dan pemain. Sedangkan kelemahan Metode Pembelajaran Index Card Match yaitu membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk menyelesaikan tugas dan prestasi, guru harus meluangkan waktu yang lebih, lama untuk membuat persiapan, guru harus memiliki jiwa demokratis dan keterampilan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas, menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas.


Menurut  Suprijono  (2011:94)  mengatakan  bahwa  “model  pembelajaran Make  a

Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa”. Model pembelajaran Make a Match adalah pembelajaran

menggunakan kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu yang berisi soal dan kartu

yang lainnya berisi jawaban dari soal-soal tersebut.

Langkah-langkah proses pembelajaran  dengan  menggunakan  model   Make  a

Match menurut Suprijono (2011 : 95) adalah sebagai berikut:

a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu. c) Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal kartu yang dipegang. d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang ditentukan diberi poin. f) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. g) Demikian seterusnya, h) Kesimpulan.



1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
5



Model Make  a  Match ini  sangat  efektif  membantu  siswa  dalam  memahami

materi melalui permainan mencari kartu jawaban dan pertanyaan, sehingga dapat menciptakan

proses pembelajaran yang menyenangkan.

Menurut Suprijono (2011:96) mengatakan bahwa kelebihan dan kekurangan model

Make a Match adalah sebagai berikut:

Kelebihannya yaitu siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu, meningkatkan kreativitas belajar siswa, menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru. Sedangkan kekurangan model ini adalah sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi palajaran, sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran, siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja, sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.


METODE PENELITIAN

Menurut Arikunto (2010:193) “metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh

peneliti dalam menggumpulkan data penelitiannya”. Berdasarkan jenis penelitiannya, metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut Sukmadinata

(2008:72) menjelaskan bahwa “deskriptif kuantitatif adalah bentuk penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi, kemudian

hasilnya disajikan dalam bentuk angka-angka”.

Sedangkan  pendekatannya  dalam  penelitian  ini  menggunakan  komparatif  atau

perbandingan. Menurut Iskandar (2013:63) “Pola penelitian ini adalah membandingkan suatu

variabel atau  lebih  dengan sampel besar,  atau  penelitian dengan mengkaji beberapa

fenomena-fenomena dalam bidang pendidikan di coba pada lembaga pendidikan lain”. Tetapi

dalam penelitian ini penulis membandingkan dua model di kelas yang berbeda yaitu model

pembelajaran Index Card Match dengan model pembelajaran Make a Match .

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas disebut variabel penyebab yang berfungsi membandingkan atau mempengaruhi variabel lain. Sedangkan variabel terikat adalah variabel akibat yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel Bebas
: perbandingan model Index Card Match dan Make a Match

Variabel Terikat
: hasil belajar

POPULASI penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4
Lubuklinggau tahun
pelajaran 2015/2016 berjumlah 111  siswa.   Pengambilan
sampel
1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
6



penelitian dilakukan secara acak (random) karena setiap kelas mempunyai kemampuan dan kesempatan yang relatif sama. Mengunakan cara random yaitu dengan memberi nomor setiap kelas setelah itu dikocok dan nomor yang keluar itulah yang akan dijadikan sampel penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 4 yang berjumlah 27 siswa dan siswa kelas XI IPS 3 yang berjumlah 28 siswa.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Dalam penelitian ini soal yang dibuat sebanyak 26 soal pilihan ganda. Analisis data terhadap perbandingan model pembelajaran Index Card Match dan Make a Match, ini yang menggunakan uji-t (Uji kesamaan rata-rata).

HASIL PENELITIAN

1. Kemampuan Awal Siswa

Pelaksanaan prer- test (tes awal) bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi Tentang Runtuhnya Kerajaan Majapahit. Pelaksanaan pre-test dilakukan pada pertemuan pertama yang diikuti sebanyak 27 siswa pada kelas eksperimen 1 dan 28 siswa pada kelas eksperimen 2. Berdasarkan hasil perhitungan tes awal kelas eksperimen dan hasil penelitian tes awal kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2. Rekapitilasi nilai rata-rata dan simpangan baku dari pre-test dapat dilihat pada table 4.1

Tabel 4.1

Nilai Rata-rata dan Simpngan Baku Hasil Tes Awal (Pre-Tes)
Kelas
Nilai Rata-rata
Simpangan Baku
Eksperimen 1
34.11
10.39
Eksperimen 2
33.68
10.57

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus mencari nilai rata-rata dan simpangan baku, hasil dapat dilihat pada lampiran. Pada tabel 4.1 Di atas perhitungannya dapat dilihat pada lampiran, terlihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen 1 yaitu 34.11 dan nilai rata-rata kelas eksperimen 2 yaitu 33.68 Hal ini berarti kemampuan awal antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 relatif sama.

2. Kemampuan Akhir Siswa

Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan materi Tentang Runtuhnya Kerajaan Majapahit merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan akhir diperoleh melalui tes akhir, pelaksanaan tes akhir dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa menggunakan model Index Card Match dan Make a Match di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau. Penelitian dilakukan di dua kelas, yaitu kelas eksperimen 1

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
7



merupakan kelas yang pembelajarannya dengan menggunakan model Index Card Match dan kelas eksperimen 2 merupakan kelas yang pembelajarannya dengan menggunakan model

Make a Match. Dari hasil perhitungan, dapat dikemukakan rekapitulasi nilai rata-rata dan simpangan baku dari hasil tes akhir (postes) yang dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2

Nilai Rata-rata dan Simpngan Baku Hasil Tes Akhir (Pre-Tes)

Kelas
Nilai Rata-rata
Simpangan Baku
Eksperimen 1
80.37
10.15
Eksperimen 2
57.07
10.89

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus mencari nilai rata-rata dan simpangan baku, hasil dapat dilihat pada lampiramn. Dibandingkan dengan kemampuan awal siswa, terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Hipotesis yang di uji dalam penelitian ini ialah “perbandingan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran Index Card Match dan Make a Match di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau”. Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB III sebelum pengujian hipotesis tersebut, terlebih dahulu menguji normalitas data, selanjutnyas diuji homogenitas varians antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Setelah itu menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Untuk memberikan gambaran lebih jelas dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

Diagram Nilai Kenaikan Siswa




57.07



33.68



80.37


34.11











KelasEksperimen 2                                                             Kelas Eksperimen 1

Keterangan
Tes Awal
Tes Akhir



1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
8



3. Pengujian Hipotesis

a. Normalitas Sampel

Sebelum analisis statistik dilakukan, perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan sampel yang digunakan, yaitu dengan cara menguji data penelitian dengan pengujian normalitas dan homogenitas sampel. Hal ini dimaksudkan agar hasil uji statistik dapat diterima keabsahannya.

Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik mengenai uji normalitas data dengan taraf kepercayaan = 0,05 Jika maka Selanjutnya harga χ2Hitung dibandingkan dengan χ2Tabel
2
dengan derajat kebesaran (dk=5) dan kesalahan yang ditetapkan 5%. Bila harga χHitung lebih kecil dari harga χ2Tabel, maka distribusi data yang dinyatakan normal, dan bila lebih besar dinyatakan tidak normal.

Hasil uji normalitas tes awal dan tes akhir untuk kedua kelompok dapat dilihat pada

tabel 4.3

Tabel 4.3

Uji Normalitas Nilai Tes Awal Dan Tes Akhir


2
Dk
2
Kesimpulan


χHitung
χTabel

Kelas





Eksperimen 1





T. Awal
7.70
5
11,1
Normal

T. Akhir
8.73
5
11,1
Normal

Kelas





Eksperimen 2





T. Awal
6.9
5
11,1
Normal

T. Akhir
4.7
5
11,1
Normal


Berdasarkan  ketentuan  perhitungan  statistik
dengan  menggunakan
rumus  uji

2

awal maupun tes akhir
untuk kelas

normalitas data menunjukan nilai χ hitung data tes

eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari pada
2



χtabel . Berdasarkan ketentuan pengujian

normalitas dengan menggunakan uji kecocokan
2



χ (chi-kuadrat) dapat disimpulkan bahwa

masing-masing kelas untuk data tes awal maupun tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol berdistribusi normal pada taraf kepercayaan
= 0,05
dan derajat kebebasan (dk)=n-

1, karena  χ2 hitung

χ2 tabel.


b. Pengujian
Homogenitas




< 




Setelah diketahui keempat data dalam sebaran normal, perlu dilakukan pengujian

homogenitas
sampel
untuk mengetahui seragam
tidaknya
varians-varians sampel yang




1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
9



diambil dari kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Yang berasal dari populasi kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau pada pelajaran sejarah.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus nilai Uji Homogenitas, hasil dapat dilihat pada lampiran, jika Fhitung < Ftabel maka varians dari keduakelas tersebut
adalah homogen. Hasil uji homogenitas varians tes awal dan tes akhir pada taraf kepercayaan
= 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Hasil Uji Homogenitas Nilai Tes Awal dan Tes Ahir


Fhitung
Dk
< Ftabel
Kesimpulan
Tes Awal
1,03
(28:27)
1,88
Homogen
Tes Akhir
1,15
(28:27)
1,88
Homogen

Pada tabel 4.4 menunjukan bahwa varians kedua kelompok yang dibandingkan pada tes awal dan tes akhir adalah homogen karena Fhitung < Ftabel .

c. Menguji Kesamaan Rata-rata Dua Kelompok

Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua kelompok data tes awal adalah normal dan homogen. Begitu juga hasil tes akhir adalah normal dan homogen. Dengan demikian uji kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 untuk data tes awal maupun ten akhir dapat menggunakan uji-t. Hasilk uji-t untuk tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Uji Kesamaan Dua Rata-rata Tes Awal Dana Tes Ahir

thitung
Dk
ttabel
Kesimpulan
Tes Awal
0,15
53
2.00
thitung
ttabel




Ho di terima
Tes Ahir
8.06
53
2.00
thitung
ttabel




Ho di tolak

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunaan rumus uji kesamaan dua rata-rata tes awal dan tes akhir, hasil menunjukan bahwa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 mempunyai kemampuan awal yang dengan taraf kepercayaan = 0,05.
Setelah diberikan pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol terjadi peningkatan nilai. Peningkatan nilai tersebut merupakan hasil belajar siswa. Kelas eksperimen 1 diberi pembelajaran dengan menggunakan model Model Index Card Match Dengan Make a Match, sedangkan kelas eksperimen 2 diberi pembelaja dengan Model
Make a Match.


1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
10



Berdasarkan hasil analisis uji-t mengenai kemampuaqn akhir menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen 1 lebih baik dari pada kelas eksperimen 2 pada taraf kepercayaan karena yaitu dan jadi dapat disimpulkan bahwa ada Perbandingan Hasil Belajar

Siswa Antara Model Index Card Match Dengan Make a Match  Pada Materi di Kelas XI IPS

SMA Negeri 4 Lubuklinggau. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Index Card Match dan Make a Match mempunyai arti penting dalam meningkatkan hasil belajar sejarah.

4. Pembahasan penelitian

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMA Negeri 4 Lubuklinggau dan melalui observasi lapangan pada hari sabtu tanggal 18 April 2015 dan informasi dari guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tergolong belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. KKM untuk mata
pelajaran sejarah SMA Negeri 4 Lubuklinggau  yaitu 75.  Dari 35   siswa, 15 siswa

mendapatkan nilai di bawah KKM atau 45 % belum tuntas dan 20 siswa mendapatkan nilai diatas KKM atau 55 % tuntas. Pada saat wawancara hari Jum’at pukul 09:00 WIB, guru sejarah Ibu Dra. Yenny Irdiyanti, M.Pd., hanya menggunakan metode konvensional di dalam proses pembelajaran, akibatnya siswa menjadi bosan dan merasa jenuh sehingga menurunkan
hasil belajar siswa.

Penelitian yang telah dilaksanakan pada kelas XI  IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau

tahun pelajaran 2015/2016 dapat dilihat dari perbandingan hasil tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) yang diberikan sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada kedua kelas sampel. Dari hasil perhitungan, kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama sebelum diberi penerapan pembelajaran. Pada tahap selanjutnya diberikan perlakuan penerapan pembelajaran dengan model Index Card Match pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan Make a Match.
Sebelum melakukan tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) maka terlebih dahulu melakukan uji coba instrument penelitian. Instrument penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. Instrumen penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
11



diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.

Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan instrumen, sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui instrumen. Instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-btul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagai datanya. Setelah melakukan Uji coba intrumrn maka langkah berikutnya melaksanakan pre-test atau tes awal, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal yang diajukan oleh peneliti sebelum proses pembelajaran menggunakan model Index Card

Match dan Make a Match.

Langkah selanjutnya melakukan proses penbelajaran dengan mengunakan model Index Card Match dan Make a Match pada materi Runtuhnya Kerajaan Majapahit. Model pembelajaran Index Card Match membuat siswa terbiasa aktif mengikuti pembelajaran sehingga aktivitas siswa meningkat. Metode ini dapat melatih pola pikir siswa karena dengan metode ini siswa dilatih kecepatan berpikirnya dalam mempelajari suatu konsep atau topik melalui pencarian kartu jawaban atau kartu soal. Sedangakan model pembelajaran Make a Match yaitu pembelajaran menggunakan kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu yang berisi soal dan kartu yang lainnya berisi jawaban dari soal-soal tersebut. Dalam penerapan model tersebut di harapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan siswa

diberiakan post-test pada pertemuan berikutnya. Post-test atau  tes akhir yang dilakukan

peneliti untuk untuk mengetahui hasil belajar meningkat atau tidak.

Dari hasil analisis data tes akhir  terdapat perbedaan hasil belajar  antara  kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Ini disebabkan karena perlakuan pembelajaran yang
diberikan berbeda. Pada kelas eksperimen 1 diberikan pembelajaran dengan menggunakan
model Index Card Match diperoleh nilai rata-rata 84.7 dan standar deviasi 14, 94 sedangkan
pada kelas eksperimen 2 diberikan pembelajaran dengan model Make a Match
dan diperoleh
nilai rata-rata 66,89
dan standar deviasi 16,71. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
nilai rata-rata kelas
eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
eksperimen 2.

Dengan demikian hipotes yang berbunyi ada perbandingan
hasil belajar siswa menggunakan
model pembelajaran Index Card Match dan Make a Match
di Kelas XI IPS SMA Negeri 4
Lubuklinggau.

1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
12



Hasil belajar siswa kelas eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen 2 karena dipengaruhi oleh keunggulan model pembelajaran Index Card Match yang diterapkan di kelas eksperimen 1. Di sebabkan model pembelajaran Index Card Match meningkatkan keaktifan siswa. Menurut Suprijono (2011:120) mengemukakan bahwa“model pembelajaran

Index Card Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu indeks yang ada di tangan mereka”. Proses pembelajaran ini lebih menarik karena siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini dirancang untuk siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam model pembelajaran ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dibuktikan “ada perbedaan hasil

belajar siswa antara model pembelajaran Index Card Match dengan Make a Match  pada

materi Tentang Runtuhnya Kerajaan Majapahit di kelas XI IPS SMA Negeri 4 Lubuklinggau”. Nilai rata-rata tes awal kelas eksperimen 1 yaitu 34.11 sedangkan nilai rata-rata tes akhir kelas eksperimen 1 yaitu 80.37, berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar
46.26%. Nilai rata-rata   tes awal kelas eksperimen 2 yaitu 33.68 sedangkan nilai rata-rata

tes akhir kelas eksperimen 2 yaitu 57.07. Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,.39%. Peningkatan rata-rata kelas eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan pada kelas eksperimen 2.

























1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
13



DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Asep, 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Reneka Cipta.
Aunurrahman. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Alfabeta.

Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Renika Cipta.

Iskandar, 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta Ridwan, 2008. Skala Pengukuran Variabel-variabel penelitian. Bandung : Alfabeta.

Slameto. 2003. Belajar dan Fator-fator yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Suprijono, Agus. 2011. Coperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta Wahyudin, Muhammad. 2001. Pengantar Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontempoler. Jakarta : Bumi Aksara.


























1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah/2016
14

No comments:

Post a Comment